photo by : Setiya Heru
Minggu 24 Januari 2016 Komunitas Kota Toea
Magelang kembali mengadakan acara Jelajah Sepeda Borobudur #2 menyusuri desa –
desa disekitaran candi Borobudur. Pagi sekitar jam 07:00 saya sudah sampai
ditempat kumpul yaitu rental Sepeda Wisata Borobudur disamping Pondok Tingal. Rupanya
sudah banyak peserta yang datang, dari anak kecil sampai yang sepuh
berkumpul, dan terlihat sangat gembira.
Hebatnya peserta kali ini tidak saja dari Magelang, tetapi daerah luar kota seperti Yogyakarta,
Temanggung, Salatiga, Solo dll. Setelah daftar ulang, ambil minuman dan makanan
kecil saya segera memilih sepeda yang akan digunakan untuk berkeliling desa.
Akhirnya sesuai dengan jadwal kegiatan jam 8:00 acara jelajahpun dimulai dan
seperti biasanya diawali dengan berdoa bersama terlebih dahulu agar jalannya
acara lancar dan peserta juga selamat dalam perjalanan maupun sampai pulang ke
rumah nantinya
Wisata Sepeda Borobudur
Udara yang sejuk segar membuat semangat mengayuh
sepeda. Dan ternyata saya salah dalam memilih sepeda karena sadel atau tempat
duduknya terlalu tinggi ( sepeda yang saya pilih juga gede ). Alhasil saya
kerepotan tiap kali berhenti karena kaki tidak bisa menapak, terlebih tiap kali
sepeda yang ada didepan saya berhenti mendadak yang membuat saya panik dan
langsung loncat ke depan menurunkan kaki. Begitu juga ketika melewati jalanan
menurun yang dilanjut menanjak, sudah dipastikan saya ketawa was – was. Tetapi
itu semua tidak membuat saya patah semangat, kegembiraan tetap setia menemani
selama perjalanan dan terlebih di lokasi kerajinan gerabah saya ganti sepeda yang agak kecil sehingga
ketika berhenti kaki bisa menapak, tetapi justru sepeda ini malahan membuat
dengkul saya terasa “ kemeng “ ketika melewati jalanan menanjak
Sadel yang tinggi membuat saya kerepotan tiap kali berhenti ( photo by : Slamet Hidayat )
Melewati jalan di antara sawah, kebun dan hutan
bambu akhirnya tiba di pos pemberhentian pertama yaitu di salah satu tempat
yang sangat menarik tepat di pinggir pertemuan antara Sungai Progo dan Sungai
Elo di dusun Bejen, Wanurejo. Awalnya saya tidak tahu tempat apa ini hanya
menduga resort ditepi sungai . Akhirnya menemukan jika tempat ini adalah Elo
Progo Art House . Dari namanya sudah bisa ditebak jika tempat ini merupakan
tempat seni, bisa dilihat dari bentuk bangunan yang sangat unik dan indah yang
ternyata juga merupakan gallery lukis. Bangunan – bangunan unik itupun juga di
fungsikan sebagai penginapan bagi wisatawan yang ingin menikmati suasana alam
pedesaan, sekedar menyepi dari hiruk pikuknya kota dan menikmati ketenangan
Elo Progo Art House, Galery Lukis dan juga penginapan
Salah satu sudut di Elo Progo Art House
Di ujung sana Tempuran, yaitu tempat bertemunya Sungai Progo dan Sungai Elo
Perjalanan dilanjutkan menelusuri
jalan – jalan di tengah perkampungan penduduk. Sangat menarik melihat
perkampungan di sekitar Borobudur ini, rumah –
rumah bagus dan modern, lingkungan dan jalan yang rapi bersih. Sepertinya warga
desa – desa ini sudah terbiasa melihat wisatawan yang menyambangi desanya
sehingga sapaan ramah sering kali terdengar bahkan tawaran untuk sekedar
singgah. Yang mengejutkan adalah kadang terlihat bangunan bagus bernuansa jawa
/ joglo yang unik dan ternyata itu adalah penginapan, tidak disangka karena
justru letaknya di tengah perkampungan. Akhirnya sampai disuatu lokasi
perkebunan rombongan berhenti untuk beristirahat. Dengan latar belakang
Pengunungan Menoreh saya buka bekal makanan kecil dan menikmati arem – arem.
Banyak penginapan dengan nuansa tradisional, baik di tengah kampung maupun pinggir jalan besar
Kebun cabe, kacang panjang, terong dengan latar belakang Bukit Menoreh
Istirahat sejenak ( photo by Soli Saroso )
Setelah dirasa cukup beristirahat, lanjut lagi
mengayuh sepeda. Beruntung cuaca kali ini agak bersahabat, meskipun menjelang
siang tetapi panas tidak menyengat yang membuat peserta tetap semangat dan
kadang diselingi canda tawa, bahkan saya sempat menyalip peserta lainnya . Dari
jauh terlihat Pegunungan Menoreh dan dilerengnya terlihat bangunan yang kalau
tidak salah itu adalah Villa Borobudur, hotel resort kelas internasional yang
sepertinya akan diikuti munculnya bangunan sejenis karena lokasi lereng
tersebut menjadi lokasi strategis untuk mendirikan hotel. Candi Borobudur,
Gunung Merapi Merbabu dan sunrise bisa terlihat jelas dari lereng bukit itu dan
itulah yang diburu investor untuk membangun hotelnya
Lereng di Bukit Monereh yang sangat eksotik
Ketika sampai di persawahan dan banyak aktivitas
yang dilakukan petani, rombongan berhenti. Cukup lama kami dilokasi ini dan
saya terfokus pada pemandangan sawah dengan latar belakang gunung. Awalnya saya
kira itu adalah Gunung Merbabu karena terlihat besar, hingga saat saya menengok
ke belakang dan terkejut ketika melihat deretan gunung yang ada di belakang
saya. Ternyata gunung di depan adalah Gunung Sumbing dan dibelakang saya
terlihat Gunung Telomoyo ( terlihat samar ) dan Merbabu Merapi yang terlihat
sangat jelas, dan puncak Candi Borobudur juga terlihat jelas dari tempat ini.
Sangat mengagumkan
Persawahan dengan latar belakang Gunung Sumbing
Gunung Telomoyo terlihat samar, Gunung Merbabu Merapi terlihat jelas
Stupa Candi Borobudur dan Gunung Merbabu
Nama “ Klipoh “ terkait dengan
cikal bakal nama dusun setempat yakni Nyai Kalipoh. Klipoh sebagai singkatan
dari kata “ Kali “ dan “ Poh “ artinya
tempat yang bersanding dengan Kali Krinjing yang alurnya berhulu di Pegunungan
Menoreh tak jauh dari dusun setempat. Dusun Klipoh pada masa lalu terletak di
barat Kali Krinjing namun kemudian bergeser ke timur sungai itu. Terkait dengan
gerabah dusun setempat, tidak lepas dari sosok bernama Nyai Kundi yang juga
saudara Nyai Kalipoh. Nyai Kundi inilah
sebagai cikal bakal pembuat gerabah, bekerja sama dengan Nyai Kalipoh. Nyai
Kundi cikal bakal dusun tetangga yakni Dusun Gunden Desa Karanganyar yang
justru saat ini di dusun tersebut tidak ada pengrajin gerabah. Dua sosok
tersebut, saat ini disimbolkan dengan patung dua perempuan berpakaian kebaya
terbuat dari gerabah yang masing-masing memegang kendil, di pintu masuk Dusun
Klipoh
Sumber : Antara Jateng – Gerabah
Klipoh Melintasi Candi Borobudur
Ya, tujuan selanjutnya desa
wisata Kerajinan Gerabah Klipoh dan tempat yang dituju adalah Pengusaha Gerabah
Ngudi Makmur Pak Lamno. Di tempat ini bisa disaksikan pembuatan gerabah antara
lain kuali , cobek dll. Saya sempat berbincang dengan mbok Kerah ( Ke = seperti
bilang kece ) .Sambil menghaluskan pantat kuali yang ditepuk – tepuk
menggunakan sebatang kayu, mbok Kerah bercerita jika keahliannya membuat
gerabah ini didapat dari orang tuanya. Sudah sejak remaja sekitar umur 16 tahun
mbok Kerah bergelut membuat bermacam kerajinan dari tanah liat , dan saat ini
beliau berusia 68 tahun, berarti sudah 52 tahun membuat gerabah, luar biasa
istimewa. Dengan riang dan tertawa gembira beliau bercerita proses pembuatan
gerabah, mulai dari bahan baku
sampai pembakaran, juga menunjukkan gerabah yang kurang matang saat dibakar
sehingga mudah pecah. Saat saya tanyakan bagaimana dengan anak – anaknya,
apakah ada yang mengikuti jejak mbok
Kerah ini, agak sendu dijawab tidak ada yang mengikuti jejaknya karena
anaknya memilih bekerja dan berdagang / jualan . Jika melihat pengrajin disini
yang sudah sepuh – sepuh bagaimana nasib kelangsungan pembuatan gerabah di
Klipoh ini, padahal konon kerajinan gerabah ini sudah ada sejak lama, bahkan
ketika Candi Borobudur dibangun masa itu, alat – alat makan yang digunakan
adalah hasil dari penduduk Klipoh ini, bahkan juga diabadikan di salah satu
relief candi.
Salah satu pengusaha gerabah yang masih eksis dan bertahan
Mbok Kerah, setia dengan profesinya selama 52 tahun.. salut luar biasa ..
Proses penjemuran, setengah kering dihaluskan lagi
Gerabah yang sudah jadi setelah proses pembakaran
Dari Klipoh tujuan berikutnya Pendopo Pramuka
Borobudur untuk makan siang sekaligus titik akhir jelajah. Dalam perjalanan
sempat mampir di tempat kerajinan lukisan yang terbuat dari kain perca batik di
Bumen Jelapan, Karangrejo. Adalah Bapak Muhdi disela – sela kegiatan pokoknya
bertani ternyata mempunyai ide untuk membuat kerajinan ini. Bahan baku kain perca bisa
diperoleh dari konveksi yang ada di dusun sekitar . Selain itu juga digunakan
batang talas kering, sedangkan untuk penguat kainnya digunakan paku kecil (
paku idep ) . Saat ini pak Muhdi sedang menyelesaikan lukisan pesanan dari
pihak kantor Candi Borobudur
Lukisan dari kain perca batik..penuh warna yang menarik
Acara jelajah ini diakhiri dengan
makan siang bersama di Pendopo Pramuka Borobudur.
Nasi megono, gereh, sate telur puyuh, tempe
bacem dan kerupuk terasa nikmat dimakan setelah lelah menempuh perjalanan
sepanjang kurang lebih 15 km. Pemandangan yang indah dan keramahan masyarakat desa menjadi daya tarik tersendiri.
Kebersamaan dan kegembiraan ( photo by Laras Laxmana )
Kompak ( photo by Laras Laxmana )
Diantara rumput jarum( photo by Fitria Soelendra )
Sibuk melepas rumput jarum yang menempel dicelana( photo by Setiya Heru )
Gembira bersama di padang rumput ( photo by Setiya Heru )
Sebagian besar peserta, sebagian kecil lainnya memilih tidak ikut karena ada rumput jarum yang bisa menempel di celana ... hehehehe ( photo by Mohammad Windu Karsa )
bagus ulasannya..
BalasHapusmakasih juga hasil ft sy ikut numpang tenar di Blog mas Yoga
sama - sama mas Laras ...makasih buat photonya yang yahud..
HapusSekali2 coba treck di lombok mas,.. insyaallah dijamin tidak kecewa,.. dan dijamin puas
BalasHapus