Selasa, 20 September 2016

Wisata Kampung Bambu Klatakan Desa Bojong Borobudur Magelang





Pagi itu jam baru menunjukkan pukul 04:00 saat saya pacu sepeda motor menuju arah Borobudur. Ya pagi ini saya bersama teman-teman berencana ke Punthuk Mongkrong, salah satu spot favorite untuk menikmati indahnya sunrise, saat matahari pagi muncul dengan pemandangan candi Borobudur, Gunung Merapi dan Merbabu. Setelah bertemu ditempat kumpul, tujuan kami alihkan ke Punthuk Gupakan Kendil, mengingat semalam hujan dan jalanan ke Mongkrong kemungkinan licin. Langit pagi itu terlihat jernih dan terang karena sinar bulan yang sangat membantu penerangan sepanjang perjalanan. Ini adalah kunjungan saya yang ketiga di Gupakan Kendil. Dibanding dengan kunjungan saya sebelumnya, kondisi saat ini sudah terlihat semakin bagus. 









https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=704730409960917883#editor/target=post;postID=8961545024640808985;onPublishedMenu=allposts;onClosedMenu=allposts;postNum=6;src=postname







Selepas jam 6:30 kami bergegas turun untuk sarapan soto Mbah So di depan lapangan Sawitan. Dari sini dua teman kami yaitu Wiji dan Dul Rahman berpencar karena ada keperluan, sedangkan saya, Fitria dan Aziza berencana mengunjungi pasar di kebun bambu  yang baru diresmikan pada awal minggu bulan September ini. Mengenai pasar ini saya dapatkan beritanya dari koran, dimana di desa Bojong ada kebun bambu yang kemudian dimanfaatkan sebagai tempat wisata alam khas pedesaan sebagai upaya pengembangan wisata pendukung Candi Borobudur.









Akses jalan menuju tempat ini relative mudah dan sudah beraspal bagus. Dari Candi Borobudur berjalan kearah Salaman, sampai Ringin putih, ada perempatan belok kanan ikuti jalan, sampai dipertigaan belok kiri, sampai ada perempatan belok kanan, lurus terus ada perempatan lagi, ambil yang lurus sudah memasuki Desa Bojong. Jika masih bingung bisa ditanyakan ke penduduk sekitar arah menuju Kampung Bambu Klatakan. 









Begitu tiba dilokasi kami disambut dengan gelaran karpet merah dan senyum ramah petugas jaga dan ditunjukkan arah parkir. Dari tempat parkir ini kami diantar ke lokasi pasar yang ada di sekitaran pohon bambu. Masih terlihat sepi, belum begitu ramai , dan saya lihat baru ada 6 orang yang membuka lincak dagangan disini. Pasar di Kampung Bambu ini mengingatkan saya dengan Pasar Papringan di Desa Caruban, Kandangan Temanggung, yaitu memanfaatkan kebun bambu yang dibuat menjadi semacam pasar tradisional. Jangan bandingkan dengan keramaian dan aneka jajanan di Pasar Papringan Temanggung yang sudah terkenal itu, tetapi menurut saya pasar di Kampung Bambu Klatakan ini tak kalah menarik karena yang “dijual” tidak hanya pasar saja.  












Saya putuskan untuk beli minuman legen / air nira meskipun tujuan saya sebenarnya ingin ngobrol seputar pasar ini. Dan benar saja, ibu Umpriyati sang penjual wedang jahe,dan legen sangat bersemangat menceritakan pasar ini. Sebelum membuka pasar  ternyata sudah survey ke Pasar Papringan Temanggung, dan hebatnya meskipun masih sepi dan belum banyak dikenal masyarakat luas bahkan warga Borobudur sendiri, bersama ibu Sri Maonah yang jualan es dawet disebelahnya ini tetap optimis, sadar karena masih awal usaha dan baru buka 2 kali yaitu Minggu 4 September 2016 saat peresmian Kampung Bambu Klatakan ini sebagai area wisata, dan dihari Minggu Legi 18 September 2016 yang ternyata merupakan hari pasaran di Kampung Bambu Klatakan ini. Untuk selanjutnya pasar ini akan buka tiap Minggu Legi, meskipun tidak menutup kemungkinan untuk mengunjungi di hari – hari lain selain hari pasaran. 









Fasilitas disini juga sudah mencukupi, tersedia toilet dan juga semacam pendopo tempat singgah, tempat parkir maupun akses masuk di beberapa tempat. Petugas disini juga dengan ramah akan memberikan informasi sekitaran tempat menarik di area Kampung Bambu. Tempat seluas kurang lebih 13 hektar ini memang memiliki beberapa spot menarik untuk dijelajah, baik dengan berjalan kaki maupun dengan kendaraan ATP. Ya buat kalian yang suka tantangan bisa menyewa kendaraan ATV ini untuk berkeliling Kampung Bambu, menyusuri perkebunan penduduk dan yang sangat ekstrim tentu saja di jalur pinggir Sungai Progo dengan kondisi jalan yang naik turun, berani coba ? Harga sewa ATV inipun juga termasuk standar, menurut info yang saya dapat, untuk keliling sampai pinggiran sungai ini dipatok 50rb saja yang katanya bisa sampai 1 jam perjalanannya, nah kalo cuma mau muter – muter dipasarnya saja juga bisa , hanya 20rb. Nantinya akan disediakan sepeda ontel kuno bagi penggemar sepeda untuk menyusuri jalanan di Kampung Bambu ini.










Kami memilih jelajah jalan kaki dan petugas disana dengan senang hati menemani sambil menceritakan keadaan sekeliling. Tujuan pertama adalah melihat pertemuan sungai dan perjalanan dimulai dari seberang pasar ( lokasi pasar ini ditengahnya ada semacam sungai kering yang dihubungkan dengan jembatan bambu dan lokasi ini digunakan untuk pertunjukan kesenian tradisional ) . Begitu keluar area pohon bambu, langsung dijumpai lahan perkebunan penduduk diantaranya kebun ketela dan kebun papaya. Pak Narwadi serta Mas Agus Subandono yang menemani kami bergantian menceritakan dan menjelaskan keadaan sekeliling. Yang sangat menarik di sisi sepanjang jalan banyak ditemui tanaman merica jenis merica hitam yang saat ini sedang berbuah lebat. Komoditas perkebunan disini bisa dinikmati pengunjung, misalnya memetik langsung dari kebunnya, atau minta dimasakkan hasil sayuran untuk dimakan setelah puas berkeliling. Akhirnya sampailah di tempat pertemuan sungai / tempuran , yaitu Sungai Progo , Sungai Tangsi dan Sungai Gending dengan latar belakang Gunung Sumbing. Sungai Progo terlihat keruh dengan debit air yang deras, karena semalam hujan lebat. Ditempat ini disediakan tempat duduk dari bambu untuk istirahat sejenak dan menikmati pemandangan arah sungai. Tidak jauh dari tempat ini ada rumah pohon yang bisa digunakan untuk photo, dibutuhkan nyali dan konsentrasi karena tidak ada tangga, hanya ada bambu untuk pegangan, dan untuk mencapai tempat duduknya harus melewati dahan pohonnya # hehehehehe # , terbayang kan gimana dahan pohon itu kalo basah. Akhir dari perjalanan rute ini adalah tempat semula berangkat yaitu seberang pasar / tempat pentas kesenian. 















Jelajah pun dilanjut, kali ini rute ke Taman Batu Klatakan. Jangan bayangkan taman dengan pepohonan hijau dan bunga berwarna – warni. Taman Batu disini adalah tempat di pinggir Sungai Progo yang penuh dengan batu kali. Setelah melewati kebun pepaya sampailah di pinggir Sungai Progo. Disini Gunung Sumbing terlihat dan apabila cuaca cerah kadang terlihat mobil melintas  di lereng gunung itu, dan sore haripun juga bisa dijadikan arena melihat sunset dengan latar belakang gunung. Perjalanan turun ke sungai agak mengkhawatirkan, karena medannya, meskipun tidak begitu curam tetapi jalan yang sangat kecil, sempit dan licin sedikit merepotkan.  Begitu sampai pinggir sungai terhampar bebatuan, sayangnya air progo saat ini sedang keruh coklat serta arus yang lumayan deras membuat saya berpikir 2 kali untuk sekedar main air dipinggirnya. Ditempat ini ada kedung yang diberi nama Kedung Bah Ko Liem, ceritanya dulu ada pemancing bernama Bah Ko Liem yang saat memancing jatuh dari tebing seberang sungai dan meninggal sehingga tempat ini sering disebut sesuai namanya. Kedung ini memang jadi favorit pemancing karena disini banyak di jumpai ikan khas sungai Progo yaitu Beong, selain juga ada ikan Pelus . Cuaca yang panas juga tidak adanya tempat berteduh membuat kami memutuskan untuk segera melanjutkan perjalanan lewat jalan perkebunan saja, meskipun sebetulnya ada juga jalur dipinggir sungai. Disini jalanan sedikit menanjak agak panjang dengan pohon bambu di sisi kanan kiri yang ternyata tembus di belakang pemakaman desa dan merupakan pintu masuk ke area Kampung Bambu Klatakan. Jika ditotal mungkin sekitar 2 atau 3 km kami berjalan menyusuri perkebunan desa dan pinggir sungai Progo. Lumayan buat olah raga pagi, badan terasa segar berkeringat, juga sekalian wisata. Apalagi saat sampai di pasar Kampung Bambu ini juga disambut dengan kesenian tradisional Topeng Ireng yang memang dihadirkan untuk menghibur warga yang datang di Kampung Bambu.











 Itulah kelebihan Kampung Bambu, selain ada pasar dibawah rumpun bambu, juga bisa jelajah jalan kaki maupun mengendarai ATV / offroad di kebun dan pinggiran sungai Progo, masih ada lagi hiburan kesenian tradisional dari desa – desa sekitar. Apalagi nantinya akan dibuatkan jembatan untuk menghubungkan jalur jelajah sehingga tidak perlu lagi kembali ke pasar terlebih dahulu. Sebetulnya desa – desa di sekitaran Candi Borobudur ini memang mempunyai potensi sebagai desa wisata, termasuk Desa Bojong ini dengan Kampung Bambunya. Menurut penuturan mas Agus, beberapa tamu hotel sekitaran candi, termasuk wisatawan asing kerap menyambangi desa ini, dan mereka merasa senang dengan keadaan suasana desa yang masih alami. Tentu saja fasilitas dan kebersihan harus tetap dijaga dan ditingkatkan agar pengunjung semakin banyak dan betah saat mengunjungi Kampung Bambu ini. Bagaimanapun juga usaha dari warga Desa Bojong dengan Kampung Bambu ini patut diapresiasi, karena disinilah bisa ditampilkan potensi desanya, dari mulai alam sampai dengan kebun beserta olahannya yang dijajakan di pasar ini, yang tentu saja akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan warga desa. Semoga kedepannya Kampung Bambu semakin dikenal masyarakat luas dan menjadikan daerah ini sebagai desa wisata unggulan. 













Thanks to :
Khofsotul Fitria , atas sumbangan beberapa photonya  
Aziza Noor
Wiji Kusrini 
Dul Rahman






Senin, 25 April 2016

Pasar Papringan Dusun Banaran Temanggung dan Pasar Paingan Alun - Alun Magelang



Pasar bisa diartikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli, berbagai komoditas dan barang – barang kebutuhan bisa dengan mudah ditemukan disini. Salah satu keunikan pasar, bisa jadi merupakan kelangsungan hidup dari pasar itu sendiri adalah nama pasarnya. Pasar Pagi karena dahulu bisa jadi bukanya hanya di pagi hari, Pasar Senin yang bukanya hari Senen, sedangkan di Jawa ( khususnya Bagian Tengah / yang mengenal kalender Jawa ) bisa dinamakan Pasar Wage, Pasar Kliwon. Pasar – pasar tradisional jaman dahulu tersebut tentunya sangat unik, karena selalu berpindah – pindah tempat, seperti di daerah A bukanya setiap Wage ( Pasar Wage ) ..besoknya mereka buka di daerah B ( pasar Pon ) dan seterusnya. Saya sendiri pernah mengalami sewaktu di Sumatera ( Prabumulih ) dimana didaerah pedalaman masih ada pasar yang berpindah – pindah dari satu dusun ke dusun lainnya yang kalau tidak salah disebut Pasar Kalangan.




Baru – baru ini di Dusun Banaran Kelingan, Desa Caruban, Kecamatan Kandangan, Temanggung juga ada pasar yang dibuka setiap 35 hari sekali yaitu hari Minggu Wage. Keunikan dari Pasar Papringan ini karena lokasinya di kebun bambu, juga alat tukar untuk jual belinya menggunakan uang yang disebut Pring yang konon dibuat dari bambu ( beneran dari bambu nggak sih ?  kelihatan halus banget ya ). Pasar Papringan ini langsung ngehit , menjadi jujugan bagi yang suka traveling, pemburu selfi dengan latar belakang tempat yang sedang ramai di sosmed, apalagi Pak Ganjar yang gubernur jateng itu juga sudah mengunjungi membuat pasar ini semakin berkibar dan mengundang rasa penasaran untuk dikunjungi. 





Pasar Papringan yang masih baru ini memang luar biasa, membangkitkan ekonomi warga sekitar secara nyata. Dagangan ( terutama makanan dan minuman ) ludes , parkiran membludak, bahkan untuk parkir mobil juga lumayan susah karena jalan yang sempit. Pengunjung dari luar daerahpun juga tidak kalah banyak dengan warga sekitar. Keberhasilan Pasar Papringan ini patut diacungi jempol.



Setelah mengunjungi Pasar Papringan ini, saya jadi teringat akan Pasar Paingan Alun – Alun Magelang, pasar yang juga hanya ada setiap 35 hari sekali. Membandingkan Pasar Paingan dengan Pasar Papringan tentulah tidak tepat karena memang sangat jauh berbeda ( konsep , tujuan dll ) meskipun sama – sama namanya pasar. Di Kota Magelang ada juga pasar yang unik. Unik karena juga cuma ada tiap 35 hari sekali bertepatan di hari Minggu Pahing. Seperti diketahui setiap Minggu Pahing di Masjid Agung Kota Magelang diadakan pengajian, entah mulai tahun berapa pengajian itu dimulai. Seiring perkembangannya dan seperti biasa dimana ada keramaian disitu akan muncul penjual yang mencari sedikit rezeki, lama kelamaan terbentuklah pasar “tiban” 35 hari sekali. Pengajian dan pasar tiban ini sepertinya sudah saling melengkapi, tidak dapat dipisahkan lagi, menjadi satu tradisi yang menjadi ciri khas pengajian di Masjid Agung Magelang, dan dikenal dengan nama Paingan. Tetapi tidak ada salahnya melihat perbedaan antara dua pasar itu .



Lokasi Pasar Papringan ada di Dusun Banaran Temanggung, dan untuk sampai dilokasi tersebut masuk jalan perkampungan yang agak sempit, mobil yang berpapasan harus berhati – hati dan jika perlu salah satu harus mengalah. Lokasi yang nylempit ini tidak menyurutkan orang untuk mengunjungi pasar ini, terlebih ketika sampai di pasar yang berada di kebun bambu terasa sejuk tidak kepanasan meskipun sesak pengunjung. 


  
Lokasi Pasar Paingan berada di Alun – Alun Kota Magelang, berada disisi Selatan dan Barat ( depan masjid ). Lokasi yang sangat strategis dengan jalan yang lebar dan tempat parkir yang sangat memadai. Beberapa tenda plastik harus didirikan untuk menghindari panas matahari dan juga siap – siap dengan tiupan angin yang kadang – kadang kencang.



Pengunjung Pasar Papringan selain warga sekitar juga ada yang datang dari luar kota, terlihat dari plat kendaraan baik motor maupun mobil. Kebanyakan pengunjung usia muda / produktif , cantik  dan ganteng serta tak lupa dengan senjata kamera baik DSLR , kamera saku maupun kamera HP. Disetiap sudut ramai berphoto dengan berbagai macam gaya. Beda jauh dengan pengunjung Pasar Paingan, rata – rata didominasi ibu – ibu dan bapak – bapak, juga keluarga muda dengan anak – anak kecil, warga kota meskipun ada, tidak sebanyak warga kabupaten yang justru menyemarakkan paingan ini. Anak muda kekinian bisa dibilang jarang dan bahkan tidak terlihat, mungkin mereka tidak tahan kepanasan karena disitu juga diadakan pengajian.



Di Pasar Paingan, aktivitas jual beli masih bisa dilakukan tawar menawar sampai tercapai kesepakatan harga, dan transaksi menggunakan uang resmi. Uniknya di Pasar Papringan menggunakan mata uang yang disebut Pring. Jadi untuk bisa berbelanja harus menukarkan uang terlebih dahulu, misalnya Pring dengan angka 1 mempunyai nilai Rp 1.000,- , Pring dengan angka 5 mempunyai nilai Rp 5.000,- dan seterusnya. Harga – harga dinilai dengan Pring ini, misalnya semangkok soto batok harganya 8 pring ( setara Rp 8.000,- ) , es buah 3 pring ( setara Rp 3.000,- ). Oya itu untuk makanan / sayuran / buah dll sepertinya sudah harga pas, entah untuk barang kerajinan / kaosnya apa bisa ditawar ? atau mungkin yang dijual disitu semuanya sudah harga pas ? 


                                                            tempat penukaran uang
 

 uang Pring

Pasar Papringan lebih banyak menyajikan stan makanan dan minuman, sehinggu lebih mirip pasar kuliner, Stan cenderamata / kerajinan sangat minim. Beberapa makanan ini merupakan makanan tradisional yang tentunya sangat menarik untuk dicicipi. 






Jenis dagangan di Pasar Paingan lebih beragam, mainan, sandal, sepatu, tas sayuran, makanan dll bisa dijumpai disini. Banyaknya jenis dagangan dengan harga yang murah menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung untuk berbelanja selepas pengajian usai.










Pasar Papringan ini bisa menjadi tempat yang layak dikunjungi karena keunikannya. Tentunya inovasi akan komoditas yang dijual bisa ditingkatkan juga inovasi – inovasi baru. Hal ini perlu dilakukan karena jika hanya itu – itu saja bisa jadi kedepannya semakin terlupakan dan tidak lagi menarik. Peran media sosial saat ini memang begitu manjur untuk memperkenalkan suatu tempat untuk layak dikunjungi, tapi seperti yang sudah – sudah akhirnya semakin menyurut bahkan tidak terdengar lagi. Jangan sampai nasibnya akan sama dengan Pasar Paingan Kota Magelang yang akan segera tergusur dan dipindah ke CFD yang tentunya sudah tidak bisa lagi disebut Pasar Paingan.  Sukses untuk Pasar Papringan Dusun Banaran Kandangan Temanggung. 

Suasana Pasar Papringan Temanggung







Suasana Pasar Paingan Alun - Alun Magelang