Senin, 25 April 2016

Pasar Papringan Dusun Banaran Temanggung dan Pasar Paingan Alun - Alun Magelang



Pasar bisa diartikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli, berbagai komoditas dan barang – barang kebutuhan bisa dengan mudah ditemukan disini. Salah satu keunikan pasar, bisa jadi merupakan kelangsungan hidup dari pasar itu sendiri adalah nama pasarnya. Pasar Pagi karena dahulu bisa jadi bukanya hanya di pagi hari, Pasar Senin yang bukanya hari Senen, sedangkan di Jawa ( khususnya Bagian Tengah / yang mengenal kalender Jawa ) bisa dinamakan Pasar Wage, Pasar Kliwon. Pasar – pasar tradisional jaman dahulu tersebut tentunya sangat unik, karena selalu berpindah – pindah tempat, seperti di daerah A bukanya setiap Wage ( Pasar Wage ) ..besoknya mereka buka di daerah B ( pasar Pon ) dan seterusnya. Saya sendiri pernah mengalami sewaktu di Sumatera ( Prabumulih ) dimana didaerah pedalaman masih ada pasar yang berpindah – pindah dari satu dusun ke dusun lainnya yang kalau tidak salah disebut Pasar Kalangan.




Baru – baru ini di Dusun Banaran Kelingan, Desa Caruban, Kecamatan Kandangan, Temanggung juga ada pasar yang dibuka setiap 35 hari sekali yaitu hari Minggu Wage. Keunikan dari Pasar Papringan ini karena lokasinya di kebun bambu, juga alat tukar untuk jual belinya menggunakan uang yang disebut Pring yang konon dibuat dari bambu ( beneran dari bambu nggak sih ?  kelihatan halus banget ya ). Pasar Papringan ini langsung ngehit , menjadi jujugan bagi yang suka traveling, pemburu selfi dengan latar belakang tempat yang sedang ramai di sosmed, apalagi Pak Ganjar yang gubernur jateng itu juga sudah mengunjungi membuat pasar ini semakin berkibar dan mengundang rasa penasaran untuk dikunjungi. 





Pasar Papringan yang masih baru ini memang luar biasa, membangkitkan ekonomi warga sekitar secara nyata. Dagangan ( terutama makanan dan minuman ) ludes , parkiran membludak, bahkan untuk parkir mobil juga lumayan susah karena jalan yang sempit. Pengunjung dari luar daerahpun juga tidak kalah banyak dengan warga sekitar. Keberhasilan Pasar Papringan ini patut diacungi jempol.



Setelah mengunjungi Pasar Papringan ini, saya jadi teringat akan Pasar Paingan Alun – Alun Magelang, pasar yang juga hanya ada setiap 35 hari sekali. Membandingkan Pasar Paingan dengan Pasar Papringan tentulah tidak tepat karena memang sangat jauh berbeda ( konsep , tujuan dll ) meskipun sama – sama namanya pasar. Di Kota Magelang ada juga pasar yang unik. Unik karena juga cuma ada tiap 35 hari sekali bertepatan di hari Minggu Pahing. Seperti diketahui setiap Minggu Pahing di Masjid Agung Kota Magelang diadakan pengajian, entah mulai tahun berapa pengajian itu dimulai. Seiring perkembangannya dan seperti biasa dimana ada keramaian disitu akan muncul penjual yang mencari sedikit rezeki, lama kelamaan terbentuklah pasar “tiban” 35 hari sekali. Pengajian dan pasar tiban ini sepertinya sudah saling melengkapi, tidak dapat dipisahkan lagi, menjadi satu tradisi yang menjadi ciri khas pengajian di Masjid Agung Magelang, dan dikenal dengan nama Paingan. Tetapi tidak ada salahnya melihat perbedaan antara dua pasar itu .



Lokasi Pasar Papringan ada di Dusun Banaran Temanggung, dan untuk sampai dilokasi tersebut masuk jalan perkampungan yang agak sempit, mobil yang berpapasan harus berhati – hati dan jika perlu salah satu harus mengalah. Lokasi yang nylempit ini tidak menyurutkan orang untuk mengunjungi pasar ini, terlebih ketika sampai di pasar yang berada di kebun bambu terasa sejuk tidak kepanasan meskipun sesak pengunjung. 


  
Lokasi Pasar Paingan berada di Alun – Alun Kota Magelang, berada disisi Selatan dan Barat ( depan masjid ). Lokasi yang sangat strategis dengan jalan yang lebar dan tempat parkir yang sangat memadai. Beberapa tenda plastik harus didirikan untuk menghindari panas matahari dan juga siap – siap dengan tiupan angin yang kadang – kadang kencang.



Pengunjung Pasar Papringan selain warga sekitar juga ada yang datang dari luar kota, terlihat dari plat kendaraan baik motor maupun mobil. Kebanyakan pengunjung usia muda / produktif , cantik  dan ganteng serta tak lupa dengan senjata kamera baik DSLR , kamera saku maupun kamera HP. Disetiap sudut ramai berphoto dengan berbagai macam gaya. Beda jauh dengan pengunjung Pasar Paingan, rata – rata didominasi ibu – ibu dan bapak – bapak, juga keluarga muda dengan anak – anak kecil, warga kota meskipun ada, tidak sebanyak warga kabupaten yang justru menyemarakkan paingan ini. Anak muda kekinian bisa dibilang jarang dan bahkan tidak terlihat, mungkin mereka tidak tahan kepanasan karena disitu juga diadakan pengajian.



Di Pasar Paingan, aktivitas jual beli masih bisa dilakukan tawar menawar sampai tercapai kesepakatan harga, dan transaksi menggunakan uang resmi. Uniknya di Pasar Papringan menggunakan mata uang yang disebut Pring. Jadi untuk bisa berbelanja harus menukarkan uang terlebih dahulu, misalnya Pring dengan angka 1 mempunyai nilai Rp 1.000,- , Pring dengan angka 5 mempunyai nilai Rp 5.000,- dan seterusnya. Harga – harga dinilai dengan Pring ini, misalnya semangkok soto batok harganya 8 pring ( setara Rp 8.000,- ) , es buah 3 pring ( setara Rp 3.000,- ). Oya itu untuk makanan / sayuran / buah dll sepertinya sudah harga pas, entah untuk barang kerajinan / kaosnya apa bisa ditawar ? atau mungkin yang dijual disitu semuanya sudah harga pas ? 


                                                            tempat penukaran uang
 

 uang Pring

Pasar Papringan lebih banyak menyajikan stan makanan dan minuman, sehinggu lebih mirip pasar kuliner, Stan cenderamata / kerajinan sangat minim. Beberapa makanan ini merupakan makanan tradisional yang tentunya sangat menarik untuk dicicipi. 






Jenis dagangan di Pasar Paingan lebih beragam, mainan, sandal, sepatu, tas sayuran, makanan dll bisa dijumpai disini. Banyaknya jenis dagangan dengan harga yang murah menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung untuk berbelanja selepas pengajian usai.










Pasar Papringan ini bisa menjadi tempat yang layak dikunjungi karena keunikannya. Tentunya inovasi akan komoditas yang dijual bisa ditingkatkan juga inovasi – inovasi baru. Hal ini perlu dilakukan karena jika hanya itu – itu saja bisa jadi kedepannya semakin terlupakan dan tidak lagi menarik. Peran media sosial saat ini memang begitu manjur untuk memperkenalkan suatu tempat untuk layak dikunjungi, tapi seperti yang sudah – sudah akhirnya semakin menyurut bahkan tidak terdengar lagi. Jangan sampai nasibnya akan sama dengan Pasar Paingan Kota Magelang yang akan segera tergusur dan dipindah ke CFD yang tentunya sudah tidak bisa lagi disebut Pasar Paingan.  Sukses untuk Pasar Papringan Dusun Banaran Kandangan Temanggung. 

Suasana Pasar Papringan Temanggung







Suasana Pasar Paingan Alun - Alun Magelang