Rabu, 27 Januari 2016

Asyiknya Bersepeda Menikmati Desa Wisata di Borobudur

photo by : Setiya Heru

Minggu 24 Januari 2016 Komunitas Kota Toea Magelang kembali mengadakan acara Jelajah Sepeda Borobudur #2 menyusuri desa – desa disekitaran candi Borobudur. Pagi sekitar jam 07:00 saya sudah sampai ditempat kumpul yaitu rental Sepeda Wisata Borobudur disamping Pondok Tingal. Rupanya sudah banyak peserta yang datang, dari anak kecil sampai yang sepuh berkumpul,  dan terlihat sangat gembira. Hebatnya peserta kali ini tidak saja dari Magelang, tetapi daerah luar kota seperti Yogyakarta, Temanggung, Salatiga, Solo dll. Setelah daftar ulang, ambil minuman dan makanan kecil saya segera memilih sepeda yang akan digunakan untuk berkeliling desa. Akhirnya sesuai dengan jadwal kegiatan jam 8:00 acara jelajahpun dimulai dan seperti biasanya diawali dengan berdoa bersama terlebih dahulu agar jalannya acara lancar dan peserta juga selamat dalam perjalanan maupun sampai pulang ke rumah nantinya

Wisata Sepeda Borobudur

Udara yang sejuk segar membuat semangat mengayuh sepeda. Dan ternyata saya salah dalam memilih sepeda karena sadel atau tempat duduknya terlalu tinggi ( sepeda yang saya pilih juga gede ). Alhasil saya kerepotan tiap kali berhenti karena kaki tidak bisa menapak, terlebih tiap kali sepeda yang ada didepan saya berhenti mendadak yang membuat saya panik dan langsung loncat ke depan menurunkan kaki. Begitu juga ketika melewati jalanan menurun yang dilanjut menanjak, sudah dipastikan saya ketawa was – was. Tetapi itu semua tidak membuat saya patah semangat, kegembiraan tetap setia menemani selama perjalanan dan terlebih di lokasi kerajinan gerabah  saya ganti sepeda yang agak kecil sehingga ketika berhenti kaki bisa menapak, tetapi justru sepeda ini malahan membuat dengkul saya terasa “ kemeng “ ketika melewati jalanan menanjak

Sadel yang tinggi membuat saya kerepotan tiap kali berhenti ( photo by : Slamet Hidayat )

Melewati jalan di antara sawah, kebun dan hutan bambu akhirnya tiba di pos pemberhentian pertama yaitu di salah satu tempat yang sangat menarik tepat di pinggir pertemuan antara Sungai Progo dan Sungai Elo di dusun Bejen, Wanurejo. Awalnya saya tidak tahu tempat apa ini hanya menduga resort ditepi sungai . Akhirnya menemukan jika tempat ini adalah Elo Progo Art House . Dari namanya sudah bisa ditebak jika tempat ini merupakan tempat seni, bisa dilihat dari bentuk bangunan yang sangat unik dan indah yang ternyata juga merupakan gallery lukis. Bangunan – bangunan unik itupun juga di fungsikan sebagai penginapan bagi wisatawan yang ingin menikmati suasana alam pedesaan, sekedar menyepi dari hiruk pikuknya kota dan menikmati ketenangan

 Elo Progo Art House, Galery Lukis dan juga penginapan 



 Salah satu sudut di Elo Progo Art House

Di ujung sana Tempuran, yaitu tempat bertemunya Sungai Progo dan Sungai Elo

Perjalanan dilanjutkan menelusuri jalan – jalan di tengah perkampungan penduduk. Sangat menarik melihat perkampungan di sekitar Borobudur ini, rumah – rumah bagus dan modern, lingkungan dan jalan yang rapi bersih. Sepertinya warga desa – desa ini sudah terbiasa melihat wisatawan yang menyambangi desanya sehingga sapaan ramah sering kali terdengar bahkan tawaran untuk sekedar singgah. Yang mengejutkan adalah kadang terlihat bangunan bagus bernuansa jawa / joglo yang unik dan ternyata itu adalah penginapan, tidak disangka karena justru letaknya di tengah perkampungan. Akhirnya sampai disuatu lokasi perkebunan rombongan berhenti untuk beristirahat. Dengan latar belakang Pengunungan Menoreh saya buka bekal makanan kecil dan menikmati arem – arem.
  
Banyak penginapan dengan nuansa tradisional, baik di tengah kampung maupun pinggir jalan besar

Kebun cabe, kacang panjang, terong dengan latar belakang Bukit Menoreh

Istirahat sejenak ( photo by Soli Saroso )

Setelah dirasa cukup beristirahat, lanjut lagi mengayuh sepeda. Beruntung cuaca kali ini agak bersahabat, meskipun menjelang siang tetapi panas tidak menyengat yang membuat peserta tetap semangat dan kadang diselingi canda tawa, bahkan saya sempat menyalip peserta lainnya . Dari jauh terlihat Pegunungan Menoreh dan dilerengnya terlihat bangunan yang kalau tidak salah itu adalah Villa Borobudur, hotel resort kelas internasional yang sepertinya akan diikuti munculnya bangunan sejenis karena lokasi lereng tersebut menjadi lokasi strategis untuk mendirikan hotel. Candi Borobudur, Gunung Merapi Merbabu dan sunrise bisa terlihat jelas dari lereng bukit itu dan itulah yang diburu investor untuk membangun hotelnya

Lereng di Bukit Monereh yang sangat eksotik
Ketika sampai di persawahan dan banyak aktivitas yang dilakukan petani, rombongan berhenti. Cukup lama kami dilokasi ini dan saya terfokus pada pemandangan sawah dengan latar belakang gunung. Awalnya saya kira itu adalah Gunung Merbabu karena terlihat besar, hingga saat saya menengok ke belakang dan terkejut ketika melihat deretan gunung yang ada di belakang saya. Ternyata gunung di depan adalah Gunung Sumbing dan dibelakang saya terlihat Gunung Telomoyo ( terlihat samar ) dan Merbabu Merapi yang terlihat sangat jelas, dan puncak Candi Borobudur juga terlihat jelas dari tempat ini. Sangat mengagumkan

Persawahan dengan latar belakang Gunung Sumbing

Gunung Telomoyo terlihat samar, Gunung Merbabu Merapi terlihat jelas

Stupa Candi Borobudur dan Gunung Merbabu
  

Nama “ Klipoh “ terkait dengan cikal bakal nama dusun setempat yakni Nyai Kalipoh. Klipoh sebagai singkatan dari kata “ Kali “ dan “ Poh “  artinya tempat yang bersanding dengan Kali Krinjing yang alurnya berhulu di Pegunungan Menoreh tak jauh dari dusun setempat. Dusun Klipoh pada masa lalu terletak di barat Kali Krinjing namun kemudian bergeser ke timur sungai itu. Terkait dengan gerabah dusun setempat, tidak lepas dari sosok bernama Nyai Kundi yang juga saudara Nyai Kalipoh.  Nyai Kundi inilah sebagai cikal bakal pembuat gerabah, bekerja sama dengan Nyai Kalipoh. Nyai Kundi cikal bakal dusun tetangga yakni Dusun Gunden Desa Karanganyar yang justru saat ini di dusun tersebut tidak ada pengrajin gerabah. Dua sosok tersebut, saat ini disimbolkan dengan patung dua perempuan berpakaian kebaya terbuat dari gerabah yang masing-masing memegang kendil, di pintu masuk Dusun Klipoh
Sumber : Antara Jateng – Gerabah Klipoh Melintasi Candi Borobudur


Ya, tujuan selanjutnya desa wisata Kerajinan Gerabah Klipoh dan tempat yang dituju adalah Pengusaha Gerabah Ngudi Makmur Pak Lamno. Di tempat ini bisa disaksikan pembuatan gerabah antara lain kuali , cobek dll. Saya sempat berbincang dengan mbok Kerah ( Ke = seperti bilang kece ) .Sambil menghaluskan pantat kuali yang ditepuk – tepuk menggunakan sebatang kayu, mbok Kerah bercerita jika keahliannya membuat gerabah ini didapat dari orang tuanya. Sudah sejak remaja sekitar umur 16 tahun mbok Kerah bergelut membuat bermacam kerajinan dari tanah liat , dan saat ini beliau berusia 68 tahun, berarti sudah 52 tahun membuat gerabah, luar biasa istimewa. Dengan riang dan tertawa gembira beliau bercerita proses pembuatan gerabah, mulai dari bahan baku sampai pembakaran, juga menunjukkan gerabah yang kurang matang saat dibakar sehingga mudah pecah. Saat saya tanyakan bagaimana dengan anak – anaknya, apakah ada yang mengikuti jejak mbok  Kerah ini, agak sendu dijawab tidak ada yang mengikuti jejaknya karena anaknya memilih bekerja dan berdagang / jualan . Jika melihat pengrajin disini yang sudah sepuh – sepuh bagaimana nasib kelangsungan pembuatan gerabah di Klipoh ini, padahal konon kerajinan gerabah ini sudah ada sejak lama, bahkan ketika Candi Borobudur dibangun masa itu, alat – alat makan yang digunakan adalah hasil dari penduduk Klipoh ini, bahkan juga diabadikan di salah satu relief candi.


Salah satu pengusaha gerabah yang masih eksis dan bertahan
Mbok Kerah, setia dengan profesinya selama 52 tahun.. salut luar biasa ..
Proses penjemuran, setengah kering dihaluskan lagi
Gerabah yang sudah jadi setelah proses pembakaran
Dari Klipoh tujuan berikutnya Pendopo Pramuka Borobudur untuk makan siang sekaligus titik akhir jelajah. Dalam perjalanan sempat mampir di tempat kerajinan lukisan yang terbuat dari kain perca batik di Bumen Jelapan, Karangrejo. Adalah Bapak Muhdi disela – sela kegiatan pokoknya bertani ternyata mempunyai ide untuk membuat kerajinan ini. Bahan baku kain perca bisa diperoleh dari konveksi yang ada di dusun sekitar . Selain itu juga digunakan batang talas kering, sedangkan untuk penguat kainnya digunakan paku kecil ( paku idep ) . Saat ini pak Muhdi sedang menyelesaikan lukisan pesanan dari pihak kantor Candi Borobudur
Lukisan dari kain perca batik..penuh warna yang menarik

Acara jelajah ini diakhiri dengan makan siang bersama di Pendopo Pramuka Borobudur. Nasi megono, gereh, sate telur puyuh, tempe bacem dan kerupuk terasa nikmat dimakan setelah lelah menempuh perjalanan sepanjang kurang lebih 15 km. Pemandangan yang indah dan keramahan masyarakat desa menjadi daya tarik tersendiri.

Kebersamaan dan kegembiraan ( photo by Laras Laxmana )

Kompak ( photo by Laras Laxmana )

Diantara rumput jarum( photo by Fitria Soelendra )

Sibuk melepas rumput jarum yang menempel dicelana( photo by Setiya Heru )

Gembira bersama di padang rumput ( photo by Setiya Heru )

Sebagian besar peserta, sebagian kecil lainnya memilih tidak ikut karena ada rumput jarum yang bisa menempel di celana ... hehehehe ( photo by Mohammad Windu Karsa )






3 komentar:

  1. bagus ulasannya..
    makasih juga hasil ft sy ikut numpang tenar di Blog mas Yoga

    BalasHapus
    Balasan
    1. sama - sama mas Laras ...makasih buat photonya yang yahud..

      Hapus
  2. Sekali2 coba treck di lombok mas,.. insyaallah dijamin tidak kecewa,.. dan dijamin puas

    BalasHapus